Pendidik dan Tehnologi Informasi

Cukup lewat jari-jari, segalanya pun begitu mudah dan ringkas tersaji di depan mata. SMS, kamera, MP3/MP4 Player, Bluetooth, 3G, GPRS, GPS, Google, Yahoo, Blog, Wikipedia, Youtube, Facebook dan banyak lagi yang membuat mereka sangat mudah menjalani hari demi
harinya, oleh mereka, dunia serasa semakin kecil, karena kini memang sudah tergenggam di tangannya.

Interaksi sosial pun mereka lalui tanpa melewatkan teknologi, Warnet atau kafe-kafe hotspot seakan "rumah kedua", kafe bukan lagi milik orang dewasa, melainkan "milik bersama" mereka, yang rutin mereka sambang, di situlah mereka kerap berkenalan, berbincang, serta membangun jaringan sosial.

Begitulah gambaran peserta didik jaman sekarang yang sangat ironis dengan para pendidiknya, jika peserta didik lebih banyak mengenal tehnologi informasi sedangkan pendidiknya sangat Gaptek atau Gagap tehnologi, untuk mengenal MMS saja para guru terasa sangat kesulitan sedangkan siswanya sudah saling bertukar gambar, lagu dan video lewat tehnologi MMS, bagaimana para guru bisa mengendalikan dan mengarahkan siswanya jika pengetahuan akan tehnologi gurunya sudah ketinggalan?

Lebih ironis lagi jika ada guru yang memiliki kemampuan tentang tehnologi informasi akan mendapat kecaman dari atasanya atau teman sejawatnya, karena dianggap melampaui dari tugas tugas yang harus dikerjakan, atau sebenarnya atasan dan teman sejawatnya itu tidak paham akan hal yang dipelajari oleh guru yang mencoba berkomunikasi lewat tehnologi informasi digital.

"Menyinggung soal masih banyaknya guru yang gagap teknologi, menurutnya, hal ini lebih disebabkan karena faktor individu, enggan memperbaiki diri. Dengan adanya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), guru sebetulnya dituntut lebih memberdayakan TIK untuk proses pembelajaran bermutu".

"Menurut Pemimpin Redaksi Majalah Guruku Ismed Hasan Putro, guru merupakan penentu peradaban suatu bangsa, ujung tombak pendidikan. Selayaknya, anggaran 20 persen untuk pendidikan, 40 persennya diarahkan untuk perbaikan kesejahteraan guru". Demikian dikatakan Ketua Masyarakat Profesional Madani ini. Sumber: kompas.com

Jika demikian adannya, bagaimana hubungn dengan falsafah jawa "Guru iku digugu lan ditiru (Guru itu dijadikan tauladan)" lha ternyata pengetahuan akan tehnologi saja jauh ketinggalan dengan siswanya, terus siswanya akan meniru siapa jika guru yang pinter hampir selalu dicerca dan direkayasa untuk menjauh dari siswanya?

Semoga bisa jadi bahan renungan






Digg Twitter Facebook
Home