"Pria biasanya lebih romantis daripada wanita," kata Dr Terri Orbuch, psikolog sosial yang telah menghabiskan 24 tahun terakhir untuk meneliti 373 pasutri.
Dalam wawancara dengan pasutri, ia menemukan bahwa suami lebih mungkin untuk menggambarkan istrinya menggunakan istilah-istilah romantis, sementara istri bicara dengan lebih praktis soal hubungan.
"Ketika kami meminta suami untuk bercerita tentang pertemuan pertama dengan istri mereka, kata-kata yang mereka gunakan terasa lebih romantis," jelas Orbuch, yang merinci temuannya dalam buku 5 Simple Steps to Take Your Marriage from Good to Great.
"Mereka berbicara bagaimana jatuh cinta, cinta mati dengan istilah-istilah, seperti 'soul-mate' dan 'cinta pada pandangan pertama'. Sebaliknya, istri bicara lebih hati-hati soal hal yang sama," katanya, seperti dilansir dari Shine.
Bahasa tubuh romantis yang dipraktikkan pasutri tentu bervariasi, namun penelitian Orbuch's menunjukkan bahwa pria lebih cenderung untuk menegakkan kepercayaan dalam dongeng (yaitu happily ever after atau bahagia selamanya) daripada wanita.
Alasan yang mendasari
Penelitiannya juga diperkuat oleh survei terhadap 21.000 pria dan wanita di situs pengujian Queendom. Menanggapi pertanyaan tentang cinta, pria sedikit lebih romantis saat mendeskripsikan kisah cinta mereka. Bahkan, pria menggunakan ekspresi yang biasa dihindari wanita, seperti "takdir" dan "cinta mengalahkan semua".
"Pria memiliki tingkat keromantisannya masing-masing. Anda hanya perlu memahami di mana tingkat keromantisan mereka," kata pemimpin penelitian Ilona Jerabek PhD.
Latar belakang budaya dan pola asuh adalah salah satu alasan perbedaan tersebut. Dalam dunia pria, pujian lebih sulit datang dan percakapan tentang emosi mendalam tidak diterima secara luas.
"Pria tidak mendapatkan jumlah pujian yang sama sebagaimana wanita dari teman-teman dan keluarganya. Mereka lebih mengandalkan umpan balik positif dalam hubungan untuk kebahagiaannya," jelas Orbuch.
Studi oleh Profesor Psikologi Wake Forest bahkan menegaskan, pria secara fisik merasa lebih baik ketika berada dalam suatu hubungan. Itu mungkin menjelaskan mengapa pria dapat menganggap pasangannya sebagai pasangan jiwa yang mampu memenuhi kebutuhan emosional dan fisiknya.
Tapi kalau pria begitu romantis, kenapa mereka sering gagal membina hubungan?
"Wanita mahir menggunakan kata-kata, jadi mereka ingin mendengar pria mengungkapkan perasaannya berulang-ulang. Masalahnya, pria lebih senang menunjukkan perasaan mereka lewat tindakan. Tidak ada ketidaksesuaian antara keduanya," kata Orbuch.
Untuk menjembatani ketidaksesuaian ini, Orbuch menyarankan pasangan untuk saling memahami keterbatasan gender dan kebutuhan masing-masing. Wanita mungkin mengatakan 'Aku mencintaimu,' tetapi pria cukup mengungkapkannya dengan tindakan sederhana, seperti mengirimkan bunga, membantu pekerjaan rumah, dan sebagainya. Coba baca makna yang tersirat dan jangan mengabaikan perasaan.
Tentu, tidak semua pria atau hubungan punya cerita dan permasalahan yang sama. "Penting untuk mengetahui apa kebutuhan cinta Anda," tegas Orbuch.