Menurut pemerhati anak yang akrab dipanggil Kak Seto itu, anak-anak yang dituntut belajar terus dan waktu bermainnya hilang justru akan rentan mengalami stres.
"Tanda-tandanya anak-anak menjadi nggak suka makan atau bahkan berperilaku menyimpang seperti merokok," ungkapnya di Surabaya.
Oleh karena itu, Seto mengimbau Hari Anak Internasional pada setiap tanggal 1 Juni perlu disikapi dengan tekad untuk menyediakan taman bermain di mana-mana.
"Saya setuju kalau mahasiswa merancang playhouse yang bisa dipindahkan dengan sistem bongkar pasang, dan cocok untuk gang yang sempit di kampung-kampung. Masyarakat menengah ke bawah membutuhkan tempat bermain yang tidak mahal," paparnya.
Di Jepang atau Korea, ungkapnya, kantor-kantor sudah menyediakan tempat bermain bagi anak-anak yang mengikuti orangtua bekerja. "Pemenuhan hak bermain itu bagus, karena anak-anak akan lebih bahagia, lebih kreatif, dan saat dewasa kelak tidak akan mempermainkan rakyat," tandasnya.
Ia mengaku anak-anak sebenarnya membutuhkan lapangan rumput yang lebih luas, tapi taman bermain seadanya juga cukup dibandingkan dengan tidak ada sama sekali.
"Masalahnya, ada taman bermain yang masih membahayakan anak-anak, seperti ada besi yang tajam, cat yang beracun, dan tempatnya tidak bersih," kilahnya.
Di sela waktunya menjadi juri lomba desain ruang bermain anak di Universitas Kristen Petra (UKP) Surabaya, Kak Seto juga mengingatkan semua orangtua bahwa hak bermain bagi anak itu penting untuk menumbuhkan kreativitas moral atau budaya dalam mengendalikan emosi lebih positif di masa-masa selanjutnya.