Konflik dengan Orang Tua

Terasa begitu berat jika hidup yang kita jalani hampir selalu terjadi perbedaan pendapat dengan orang tua, dan meskipun sebenarnya orang tua tidak ingin anaknya berjalan pada kehidupan yang tidak menyenangkan tetap saja selalu terjadi perbedaan pendapat. Pengambilan keputusan menjadi relatif mudah bila konflik itu mengenai hal yang sama-sama diinginkan. Ini disebut konflik mendekat-mendekat, misalnya ingin berkunjung kepada ibu atau kepada atasan pada hari Lebaran. Atau antara dua hal yang sama-sama ingin dihindari yang disebut konflik menjauh-menjauh. Misalnya, harus bekerja atau melanjutkan kuliah. Paling sulit memutuskan konflik bersifat mendekat-menjauh, seperti dialami seseorang berikut ini.


Saya menjalin hubungan dengan To hampir dua tahun. Saya memutuskan berpisah karena dia telah empat kali berkhianat dengan menduakan saya. Pertama masih saya maafkan dengan harapan dia bisa berubah. Hingga empat kali, saya benar-benar tak sanggup lagi.

Saya sangat menyesal pernah melakukan hubungan terlarang dengan dia. Mungkin ini yang membuat saya berat melepas hingga dia besar kepala dan tega menyakiti saya berkali-kali. Akhirnya saya mengenal Bi. Orangnya baik dan jujur menceritakan latar belakang keluarganya. Kami pun berpacaran. Dari awal saya berusaha jujur juga. Saya katakan saya sudah tidak perawan lagi dan dia bisa menerima keadaan. Dua bulan kemudian To muncul lagi. Dia ingin kembali kepada saya. Saya bingung, tetapi tak tega kalau harus menyakiti Bi. To terus meneror lewat SMS, telepon, dan datang ke rumah. Dia bahkan mohon kepada Bi lewat e-mail. Saya jadi habis kesabaran dan benci kepada dia. Saya jutekin kalau datang. Celakanya dia berhasil menarik simpati orangtua dan saudara saya. Mereka menceramahi dan memarahi saya. Saya dibilang kejam dan tidak sopan. Ibu tidak setuju saya berpacaran dengan Bi dan berharap kembali kepada To. Sekarang saya dan Bi sudah bekerja, Bi giat bekerja agar nantinya bisa menikahi saya. Yang memusingkan saya, saya tidak ingin mengecewakan orangtua, tetapi juga tidak mau kehilangan Bi. Saya stres banget menghadapi hal ini.”

Konflik mendekat-menjauh

Konflik yang dihadapi memang berat. Ia bermaksud melanjutkan hubungan serius dengan Bi. Ia merasa aman dan cocok dengan Bi (mendekat), tetapi dia juga takut berdosa dan mengecewakan bila tak patuh kepada orangtua (menjauh).

Konflik semacam ini lebih sulit menyelesaikannya dan menghabiskan banyak pikiran. Wajar jika ia tak bisa fokus dan ingin pergi ke psikiater karena sudah merasa tak bisa menghadapinya. Sebab itu, sebaiknya Na tidak terburu-buru mengambil keputusan. Banyak hal perlu dipertimbangkan.

Sebelum berkonsultasi dengan ahli dan berobat, saya menyarankan dia mengubah sikap menghadapi To dan orangtua. Cobalah lebih berkepala dingin. Jangan marah dan jengkel menghadapi To. Kalau bisa bicaralah baik-baik dengan dia, misalnya mengenai masih banyaknya perempuan yang lebih ”pantas” baginya atau ia akan rugi bila terus mendekatinya.

Ubah persepsi To meneror atau cari muka kepada orangtua. Lihatlah itu sebagai hal yang wajar dia lakukan karena ia sebenarnya telanjur cinta kepada Anda. Hanya, Anda tak bisa menerima sifatnya berselingkuh. Ia harus belajar mencontoh strategi dan kelihaian To mendekati orangtua.

Jadi, usahakan memperbaiki hubungan dan berkomunikasi yang baik dengan orangtua. Bantu keperluan mereka sehari-hari dengan ikhlas. Jika perlu, ajak Bi mendapat kesempatan menolong sebanyak mungkin. Tidak harus berupa materi, bantuan tenaga juga bisa. Upayakan Bi lebih banyak berjumpa dengan orangtua untuk mendapat kesempatan saling mengenal dan menunjukkan kebaikan dirinya. Tunjukkan Bi lebih setia dan bertanggung jawab. Dengan demikian, secara bertahap orangtua dapat mengubah pandangan dan sikap kepada Bi.

Berdayakan diri

Ia juga perlu merenungkan keinginan orangtua. Pasti tak ada orangtua akan menjerumuskan anaknya. Mereka bermaksud baik, hanya cara mengomunikasikannya tidak bijak dan menyakitkan hati. Jangan memasukkan ke perasaan terlalu dalam bila orangtua menjelekkan Bi, anggap sebagai ungkapan kekhawatiran mereka terhadap masa depan putrinya.

Masih banyak orangtua bertindak dominan dalam menentukan siapa yang layak menjadi pasangan putra-putri mereka. Hal ini sebenarnya juga tidak tepat karena akhirnya banyak pula anak memaksakan kehendak mereka dengan lari dari rumah. Sedapat mungkin hal ini jangan sampai terjadi.

Selanjutnya upayakan agar ia tetap menjalani tugas pada aspek kehidupan lain, seperti bekerja, melakukan hobi, dan beristirahat. Jangan hanya memikirkan konflik itu sepanjang hari agar Anda juga dapat menambah energi.

Bacalah humor segar sehubungan dengan kondisi orangtua yang suka memaksa supaya lebih relaks, misalnya humor seperti ini: There are 2 rules for parents. Rule number one: parents are always right, Rule number two: when parents are wrong, see rule number one.” (Ada dua aturan untuk orangtua. Pertama: orangtua selalu benar. Kedua: jika orangtua bersalah, lihatlah aturan pertama.)

Dan yang harus diingat bahwa kita akan menjadi orang tua juga, sama gak ya?

Digg Twitter Facebook
Home